Manfaat Bermain bagi Anak Usia Dini: Perspektif Ibu dan Mantan Dosen

Pada kelas intensif Content Writing untuk Pemula: Mulai dari Teknik Dasar Sampai Dapat Cuan yang diselenggarakan pada 27 Juli 2025 oleh Kelas Bersama dan Ardan, peserta diberikan challenge untuk menulis artikel yang punya value, personal, dan relevan buat calon pembaca. Dari challenge ini, terpilih 4 karya terbaik yang diterbitkan di blog Kelas Bersama.

Berikut karya salah satu pemenang, Rindu Evelina, dengan judul "Manfaat Bermain bagi Anak Usia Dini: Perspektif Ibu dan Mantan Dosen"


Bermain adalah aktivitas anak usia dini. Namun, benarkah bermain hanya sekadar hiburan bagi anak? Sebagai mantan dosen dan kini ibu rumah tangga penuh waktu, saya belajar langsung dari pengalaman mendampingi tumbuh kembang anak saya bahwa bermain bukan hanya menyenangkan, tetapi juga sarana untuk mendidik.

Dalam artikel ini, saya ingin berbagi perspektif pribadi yang didukung oleh pandangan para ahli, tentang bagaimana bermain sebenarnya adalah proses belajar paling penting dalam masa kanak-kanak.

Apa Itu Bermain yang Bermakna?

Anak usia dini tidak belajar lewat seminar atau worksheet. Mereka belajar lewat interaksi aktif dengan lingkungan, lewat sentuhan, gerakan, dan imajinasi. Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan terkenal, menyebut bermain sebagai cara utama anak membangun pengetahuannya tentang dunia.

Bermain bukan hanya sekadar mengisi waktu. Saat anak bermain masak-masakan, ia sedang menyusun narasi, meniru dunia nyata, dan membangun keterampilan sosial. Ketika ia bermain balok, ia mengembangkan kemampuan motorik halus dan logika spasial. Bermain adalah kerja keras versi anak.

Peran Orang Tua dalam Mendukung Pembelajaran Melalui Bermain

Dalam keseharian saya bersama anak, saya berusaha menjadi fasilitator bermain. Saya tidak selalu ikut bermain, tapi saya hadir. Saya menyediakan ruang, memberi respons, dan mengamati prosesnya.

Kadang saya membuat media bermain sederhana dari barang bekas: rumah-rumahan dari kardus, puzzle dari stik es krim, atau toko-tokoan dari kertas warna. Lewat permainan seperti ini, anak saya belajar berhitung, berkomunikasi, dan mengenal konsep transaksi.

Dr. Stuart Brown, pendiri National Institute for Play, menjelaskan bahwa bermain membentuk otak, membuka imajinasi, dan memperkuat hubungan sosial (Brown, 2009). Bermain bersama orang dewasa juga memperkaya interaksi dan memperdalam pembelajaran anak.

Bermain dan Perkembangan Otak Anak

Penelitian menunjukkan bahwa bermain bebas membantu perkembangan fungsi eksekutif otak, seperti konsentrasi, pengambilan keputusan, dan pengendalian diri. Menurut Center on the Developing Child, Harvard University (2010), pengalaman bermain mendukung terbentuknya koneksi saraf yang mendasari kemampuan belajar, regulasi emosi, dan hubungan sosial.

Dalam bukunya Free to Learn, Dr. Peter Gray menekankan bahwa bermain mendorong kreativitas dan kemandirian, dua hal penting dalam pendidikan jangka panjang. Gray menyebutkan bahwa ketika anak bermain bebas tanpa kontrol dewasa yang ketat, mereka belajar membuat keputusan, menyelesaikan konflik, dan mengambil risiko (Gray, 2013).

Kesalahpahaman tentang Bermain

Sayangnya, banyak orang tua (termasuk saya dulu) merasa khawatir jika anak terlalu banyak bermain. Ada tekanan agar anak cepat bisa membaca, menulis, berhitung. Namun, para ahli sepakat bahwa fokus pada pembelajaran akademik terlalu dini justru bisa menghambat perkembangan alami anak (Miller & Almon, 2009).

Montessori pernah berkata, “Play is the work of the child.” Saat anak bermain, ia tidak sedang malas belajar, tapi ia sedang belajar dengan cara yang paling efektif untuk usianya.

Kesimpulan: Bermain Adalah Investasi Terbaik untuk Masa Depan Anak

Bermain bukan kegiatan “sampingan” dalam pengasuhan. Bermain adalah proses belajar yang utuh, melibatkan fisik, emosi, kognisi, dan sosial anak. Sebagai orang tua, tugas kita bukan mempercepat, tapi menemani. Bukan mengatur setiap langkah, tapi menyediakan ruang.

Kini saya percaya, memberi anak kesempatan bermain adalah bentuk investasi jangka panjang yang akan ia bawa hingga dewasa. Anak yang bebas bermain, akan tumbuh menjadi individu yang siap belajar, siap gagal, dan siap bangkit lagi.

Yuk, beri kebebasan anak untuk bermain dan fasilitasi dengan baik!

Bagi para orang tua, boleh berbagi di kolom komentar tentang pengalaman bermain anak, atau bagikan artikel ini pada orang tua lainnya. Selamat membersamai anak!

Referensi

Piaget, J. (1951). Play, Dreams and Imitation in Childhood. Routledge.

Brown, S. (2009). Play: How it Shapes the Brain, Opens the Imagination, and Invigorates the Soul. Avery.

Gray, P. (2013). Free to Learn. Basic Books.

Miller, E., & Almon, J. (2009). Crisis in the Kindergarten: Why Children Need to Play in School. Alliance for Childhood.

Center on the Developing Child (2010). The Foundations of Lifelong Health Are Built in Early Childhood. Harvard University.
https://developingchild.harvard.edu

Karya Rindu Evelina
Sebagai penugasan pada kelas intensif 
Content Writing untuk Pemula: Mulai dari Teknik Dasar Sampai Dapat Cuan pada 27 Juli 2025.