Cara Belajar Menjadi Ayah di Tengah Luka Fatherless: Jadilah Fatherman
Pada kelas intensif Content Writing untuk Pemula: Mulai dari Teknik Dasar Sampai Dapat Cuan yang diselenggarakan pada 27 Juli 2025 oleh Kelas Bersama dan Ardan, peserta diberikan challenge untuk menulis artikel yang punya value, personal, dan relevan buat calon pembaca. Dari challenge ini, terpilih 4 karya terbaik yang diterbitkan di blog Kelas Bersama.
Berikut karya salah satu pemenang, Heri Mahbub Nugraha, dengan judul "Cara Belajar Menjadi Ayah di Tengah Luka Fatherless: Jadilah Fatherman"
Apa itu Fatherless?
Aku termasuk salah satu dari jutaan anak Indonesia yang fatherless. Luka masa kecil itu nyata: aku tumbuh tanpa sosok ayah yang membimbing, melindungi, dan mengarahkan masa depanku.
Apa arti fatherless? Kondisi ini terjadi ketika ayah ada secara fisik, tetapi tidak hadir secara psikis. Ia tidak menjalankan peran pengasuhan atau sentuhan, sehingga beban mendidik anak sepenuhnya pada ibu.
Padahal, peran ayah sangat penting dalam membentuk karakter anak.
Kelas Bersama Menjadi Ayah Tangguh
Awalnya aku ingin menulis pengalamanku beralih karier ke dunia konten writers. Setelah 13 tahun bekerja di RnD bagian quality control dan kemudian pindah ke digital marketing di perusahaan PT. Cordoba bagian copywriters, aku sebenarnya ingin berbagi cerita pekerjaan.
Namun, saat membaca blog Kak Ardan setelah belajar di Kelas Bersama — mengikuti pelatihan Menulis untuk Pemula, Mulai dari Teknik Dasar Sampai Dapat Cuan — aku tersadar pada satu tema di keseharianku: Ayah.
Fatherless ada dua kondisi, karena Ayahnya meninggal lalu yatim, dan tidak ada peran yang menggantikannya. Kedua karena Ayah tidak hadir dalam pengasuhan, membimbing maskulinitas anaknya, ini paling banyak.
Tulisan Kak Ardan tema Ayah di blognya sangat menarik, contoh Buku Ayah Tangguh: Persiapan Menjadi Ayah, atau Apa Peran Ayah untuk Anak Perempuan?
Membacanya mengingatkanku pada pengalaman pribadi. Tahun 2014 aku pernah menulis prosa “Surat Cinta dari Ayah untuk Anaknya” Tulisan yang aku daftarkan lomba menulis di pameran buku Jakarta.
Membacanya lagi membuatku tersenyum getir: isinya penuh keresahan dan kebingunganku dulu menjadi seorang ayah.
Sebelum menikah pun, Aku pernah meresensi buku bertema Ayah. Aku lupa judulnya, mirip seperti buku ayah tangguh di blognya kak Ardan. Iya senang, dari menulis mendapat apresiasi gift buku dan juga cuan. Alhamdulillah!
Apakah fatherless berpengaruh pada hidup seorang anak? Sangat. Aku mengalaminya sejak usia 8 tahun ketika ayah meninggal. Ibu kemudian menikah lagi dan keluarga harmonis, tetapi figur ayah kandung tak bisa tergantikan.
Fatherless bukan berarti yatim aja, sebabnya ialah kehilangan figur ayah yang hadir secara emosional.
Belajar Menjadi Ayah Saat Punya 4 Anak
Kini usiaku 40 tahun, tepat usia ketika ayahku wafat. Aku menikah tahun 2010 dan dianugerahi empat anak. Baru 15 tahun berkeluarga aku benar-benar belajar serius menjalankan peran ayah seperti mendampingi dan mengasuh anak-anak.
Namun, bagaimana caranya? Aku sendiri fatherless, tak punya ayah contoh pengasuhan. Ini seperti trial and error karena tidak ada “sekolah menjadi ayah”. Tidak ada pelatihan keayahan atau training menjadi ayah tangguh. Mengalir aja.
Anomalinya, di masyarakat banyak akan komunitas ibu-ibu. Ada sekolah keibuan dan pelatihan bunda tangguh di mana-mana. Padahal, pemimpin keluarga adalah ayah. Sayangnya, peran ayah sering direduksi hanya sebagai pencari nafkah atau “ATM keluarga”.
Apakah tugas ayah hanya bekerja? Tentu tidak.
Jika ibu adalah sekolah anak di rumah, maka ayah adalah kepala sekolahnya. Ia bertugas mendidik, mengatur, mengasuh, dan menyusun rencana anggaran bersama. Namun, banyak Ayah tidak paham hal ini.
Sayangnya juga, penelitian tentang peran ayah masih minim. Banyak studi mendalam tentang ibu, tetapi jarang ada yang mengkaji dampak ayah pada tumbuh kembang anak. Padahal, ayah memegang peranan penting. Akhirnya, tidak ada keseimbangan di keluarga.
Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Aku memegang prinsip berikut sebagai pengingat sekaligus quote hidupku sebagai Ayah:
“Ayah berperan membentuk karakter dan kepribadian anak, sekaligus faktor kunci bagi kesuksesan dan kebahagiaan mereka di masa depan.”
Michael E. Lamb, ilmuwan Amerika Serikat, sudah mempelopori kajian ini sejak 1981. Dalam bukunya The Role of The Father in Child Development, ia membagi peran ayah dalam tiga dimensi: interaksi, kesediaan waktu, dan tanggung jawab.
Aku akan membahasnya secara lengkap dan detail. Apa saja peran ayah dan bahayanya jika peran tersebut hilang. Semangat terus belajar menjadi Ayah tangguh.
Jadilah Fatherman, Jangan ada lagi Fatherless
Kesimpulannya, Interaksi ayah dengan anak harus diperbanyak. Luangkan waktu berkualitas bersamanya. Ingat, tanggung jawab ayah tidak bisa dilimpahkan kepada ibu atau nenek.
Karakter dan tanggung jawab ayah akan menurun ke anak-anak, peran dengan ibunya sangat berbeda, semua saling melengkapi. Ayah hadir menjadi investasi terbaik untuk masa depan anak.
Mari hadir sepenuhnya. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi fatherless meski kita ada di rumah. Wahai para Ayah, yuk belajar jadi Fatherman. Aku pun bergabung disana bersama Bendri Jaisyurrahman. Terima Kasih.
Selamat belajar menjadi ayah!
Karya Heri Mahbub
Sebagai penugasan pada kelas intensif Content Writing untuk Pemula: Mulai dari Teknik Dasar Sampai Dapat Cuan pada 27 Juli 2025.